KOMPAS.com - Overstimulasi adalah bila anak belum bisa merespons karena kemampuannya memang masih terbatas, tapi terus dijejali rangsangan. Misalnya, bayi belum mampu meraih benda di hadapannya, tapi terus saja dilatih bahkan dipaksa.
Tiap anak memiliki kesiapan berbeda untuk belajar sesuatu. Misalnya, umur 3 bulan bisa tengkurap, umur 4-5 bulan mulai memasukkan benda ke mulut, dan seterusnya. Orangtua sebaiknya memberi stimulasi sesuai tahapan perkembangan anak. Orangtua harus peka terhadap kesiapan anak untuk menerima rangsang. Amati, bagaimana respons dan minat si kecil.
Selain kemampuan dan tahap perkembangan yang tidak persis sama, kenali pula minat dan reaksi si kecil terhadap stimulasi yang diberikan. Ada yang terlihat berminat, ada juga yang tidak. Ada yang minatnya luas, namun ada pula yang terbatas.
Anak yang mendapat stimulasi berlebih akan menjadi anak sulit atau tak kooperatif, misalnya sering membangkang. Yang jelas, overstimulasi tak baik bagi anak usia berapa pun karena akan memengaruhi sejumlah aspek dalam perkembangan anak. Berikut adalah penjelasannya.
* Motorik. Misal, anak belum mampu berjalan tapi sudah dipaksa berdiri atau dititah. Akibatnya, struktur kaki anak bisa terganggu. Begitu pula anak yang belum waktunya duduk tapi dipaksa, dikhawatirkan tulang punggungnya jadi terganggu strukturnya.
* Bahasa. Memberi stimulus bahasa dengan mengajak si kecil bicara, menyanyi, bersenandung, jelas penting dilakukan. Bila anak merespons positif lewat senyum, mengoceh, berarti stimulasi itu pas baginya. Respons seperti itu merupakan pertanda ia siap menerima rangsang. Sebaliknya, kalau ia terlihat acuh tak acuh, sebaiknya hentikan dulu. Cari tahu juga penyebabnya, apakah karena sakit, mengantuk, atau sebab lain.
* Sosial. Stimulasi berlebih bisa membuat anak merasa tak nyaman dan tak aman. Berarti, aspek sosialnya terganggu. Efeknya muncul secara tak langsung, anak jadi mudah marah, sulit bergaul dengan teman sebaya, atau perlu banyak waktu untuk beradaptasi. Memberi stimulasi berlebih di antaranya memaksakan anak yang ogah bersalaman dengan orang yang baru dikenalnya dengan harapan agar anak berani. Maka, lakukan tahap demi tahap. Kalau anak masih tampak cemas, sebaiknya dicoba lain kali, dan jangan pernah dipaksa.
(Tabloid Nakita)
Tiap anak memiliki kesiapan berbeda untuk belajar sesuatu. Misalnya, umur 3 bulan bisa tengkurap, umur 4-5 bulan mulai memasukkan benda ke mulut, dan seterusnya. Orangtua sebaiknya memberi stimulasi sesuai tahapan perkembangan anak. Orangtua harus peka terhadap kesiapan anak untuk menerima rangsang. Amati, bagaimana respons dan minat si kecil.
Selain kemampuan dan tahap perkembangan yang tidak persis sama, kenali pula minat dan reaksi si kecil terhadap stimulasi yang diberikan. Ada yang terlihat berminat, ada juga yang tidak. Ada yang minatnya luas, namun ada pula yang terbatas.
Anak yang mendapat stimulasi berlebih akan menjadi anak sulit atau tak kooperatif, misalnya sering membangkang. Yang jelas, overstimulasi tak baik bagi anak usia berapa pun karena akan memengaruhi sejumlah aspek dalam perkembangan anak. Berikut adalah penjelasannya.
* Motorik. Misal, anak belum mampu berjalan tapi sudah dipaksa berdiri atau dititah. Akibatnya, struktur kaki anak bisa terganggu. Begitu pula anak yang belum waktunya duduk tapi dipaksa, dikhawatirkan tulang punggungnya jadi terganggu strukturnya.
* Bahasa. Memberi stimulus bahasa dengan mengajak si kecil bicara, menyanyi, bersenandung, jelas penting dilakukan. Bila anak merespons positif lewat senyum, mengoceh, berarti stimulasi itu pas baginya. Respons seperti itu merupakan pertanda ia siap menerima rangsang. Sebaliknya, kalau ia terlihat acuh tak acuh, sebaiknya hentikan dulu. Cari tahu juga penyebabnya, apakah karena sakit, mengantuk, atau sebab lain.
* Sosial. Stimulasi berlebih bisa membuat anak merasa tak nyaman dan tak aman. Berarti, aspek sosialnya terganggu. Efeknya muncul secara tak langsung, anak jadi mudah marah, sulit bergaul dengan teman sebaya, atau perlu banyak waktu untuk beradaptasi. Memberi stimulasi berlebih di antaranya memaksakan anak yang ogah bersalaman dengan orang yang baru dikenalnya dengan harapan agar anak berani. Maka, lakukan tahap demi tahap. Kalau anak masih tampak cemas, sebaiknya dicoba lain kali, dan jangan pernah dipaksa.
(Tabloid Nakita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar